Kamis, 26 Mei 2011

Sejarah/Asal usul Batik di Giriloyo


Batik-Jarit bagi perempuan yg hendak memasuki makam
Konon, desa yang sekarang dikenal sebagai Wukirsari adalah gabungan dari desa-desa kecil, yaitu Giriloyo, Pucung, Singosaren dan Kedungbuweng. Penduduknya masing-masing mempunyai aktivitas tersendiri, terutama Giriloyo, Pucung, dan Singosaren, sehingga desa-desa tersebut menjadi terkenal karena keahlian yang dimiliki oleh penduduknya. Dalam hal ini Giriloyo terkenal dengan batiknya, Pucung terkenal dengan kerajinan kulit dan anyaman bambunya, dan Singosaren terkenal dengan gentengnya. Asal usul batik tulis Giriloyo konon berawal bersamaan dengan berdirinya makam raja-raja di Imogiri yang terletak di bukit Merak pada tahun 1654. Pada waktu itu, ketika Sultan Agung (cucu Panembahan Senopati) berniat membangun makam, beliau menemukan bukit yang tanahnya berbau harum dan dirasa cocok untuk dibuat makam. Namun, ketika pemakaman sedang dibangun, pamannya yang bernama Panembahan Juminah menyatakan keinginannya untuk turut dimakamkan di tempat itu. Ternyata yang meninggal duluan adalah pamannya. Oleh karena itu, yang pertama kali menempati makam tersebut adalah pamannya dan bukan Sultan Agung. Sultan Agung pun kecewa karena sebagai penguasa atau raja seharusnya yang pertama kali dimakamkan di situ adalah dirinya. Untuk menetralisir kekecewaan, Sultan Agung mengalihkan pembangunan calon makam untuk dirinya di bukit lain yang oleh penduduk setempat dinamakan “Bukit Merak” yang berada di Dusun Pajimatan wilayah Girirejo.

Tangga Menuju Gerbang Makam Sultan Agung
Sejalan dengan berdirinya makam raja-raja di Imogiri ini maka perlu tenaga yang bertanggung jawab untuk memelihara dan menjaganya. Untuk itu, keraton menugaskan abdi dalem yang dikepalai oleh seorang yang berpangkat bupati. Oleh karena banyak abdi dalem yang bertugas memeliharanya, sehingga sering berhubungan dengan keraton, maka kepandaian membatik dengan motif batik halus keraton berkembang di wilayah ini. Kemudian, keterampilan membatik itu diwariskan kepada anak atau cucu perempuannya.

Seiring dengan pesanan keraton yang semakin banyak, sementara jumlah perajian batik yang ada di Pajimatan terbatas (tidak memadai), mereka mendatangkan tenaga-tenaga dari Giriloyo. Dan, bagi penduduk Giriloyo itu merupakan suatu keberuntungan karena mereka bisa ngangsu kaweruh tentang batik di Pajimatan sebelum mereka berusaha sendiri. Apalagi, pengerjaannya dilakukan di rumah masing-masing. Artinya, kain yang akan dibatik dibawa pulang ke Giriloyo, kemudian (setelah jadi) disetorkan ke Pajimatan. Inilah yang kemudian membuat nama Giriloyo lebih mencuat ketimbang Pajimatan.


Satu hal yang perlu diacungi jempol adalah bahwa para perajin batik Giriloyo tetap mempertahankan batik-tulisnya. Mereka bukannya tidak mengenal batik-cap sebagaimana sentra-sentra lainnya di wilayah bantul, seperti Desa Wijireja, Murtigading2, tetapi mereka tidak tergoda; mereka tetap mempertahankan tradisi leluhurnya, yaitu memproduksi batik-tulis dan bukannya batik-cap. Adapun jenis-jenis batik yang diproduksi antara lain: jarit, sarung, dan kemben (selendang).

Senin, 02 Mei 2011

Belajar Batik Tulis & Pewarnaan (BUKU)






Batik Tulis dengan Proses Warna Alam
Batik Tulis dengan Proses Warna Alam
Batik, ibarat artis saat ini sedang naik daun. Kita memang menemukan banyak keunikan pada batik, terutama dari proses pembuatannya. Apalagi yang menggunakan unsur alam, hasilnya akan terlihat berbeda, sangat "berkelas". Batik yang diproses dengan menggunakan bahan alam, akan tampil menjadi busana yang luar biasa indah, sekaligus fashionable. Untuk wanita maupun pria, untuk tampilan kasual, berkesan klasik, atau eksotik, tinggal dipadu padankan. Kuncinya ada pada pemilihan bahan, warna, dan tentu saja modelnya. Buku Mari Belajar Batik, selain memperluas informasi tentang pembuatan batik warna alam, juga memberi banyak inspirasi pada fesyennya. Apalagi, batik warna alam tidak saja bisa diaplikasikan dalam bentuk busana, tetapi juga pelengkapnya, seperti tas, selop, sepatu, dan lain-lain.